Cover 2022 Sumber Pixabay
“Tubuhku, kenangan yang sedang menyembuhkan lukanya sendiri.” Ujar Joko Pinurbo dalam kumpulan puisinya yang berjudul Selamat Menunaikan Ibadah Puisi.
Salah seorang teman sedang bersemangat menjalankan gaya hidup minimalis. Status whatsappnya nyaris tiap hari membahas ini sampai timeline statusnya menjadi titik-titik seperti semut saking panjangnya. Tidak ada yang salah dengan itu. Setiap orang punya preferensi masing-masing tentang hidup mau bergaya hidup bagaimana.
Kemudian teman saya ini menambahkan bahwa gaya hidup minimalis 'Marie Kondo' searah seiring sejalan dengan ajaran agama untuk tidak hidup berlebih-lebihan. Lengkap dengan kata barakallah tabarakallah. Status default sobat hijrah kekinian. Apapun statusnya. Barakallah tabarakallah penututpnya. Amazing sekali!
Sampai pada titik penghakiman yang tidak mengikuti gaya hidup minimalis bak penyakitan. Lengkap dengan foto founder facebook yang tiap hari kaosnya itu-itu saja.
Jujur saja, jiwa julid saya meronta. Rasanya ingin membalas postingan dengan kalimat : “Itu harga kaosnya pemilik facebook satu lembarnya (bisa jadi) sama dengan seharga 10 kali bahkan 100 kali harga kaos sampean mbak!.”
Dari jumlah kaos mungkin si founder facebook ini minimalis tapi tidak dengan harganya. Yakin saya ga ada minimalis-minimalisnya. Tapi kemudian saya simpan sendiri saja rasa kejulitan ini.
Dan benar saja kata mbah google satu pcs kaos Mark harganya US$ 295 atau setara Rp 4,2 juta.
Begitu juga di sosial media, semua pada berlomba-lomba agar bergaya hidup (kelihatan) minimalis. Berseliweran akun-akun dengan tips barang-barang untuk ruangan bergaya minimalis lengkap dengan link toko onlinenya. Apalagi dimasa pandemi ini, warga menengah ngehek berlomba-lomba memposting foto ruang kerja selama work from home. Makin minimalis instagram-able makin kece.
Bahkan ada konsep hunian pabrik ‘industrial’ minimalis. Ketika gaya hidup minimalis tak lebih agar hasil fotonya estetik dan instagramable, ataupun sebuah desain arsitektur terkesan hanya untuk ikut-ikutan tren tanpa ada makna mendasar di dalamnya.
Urusan spark joy, sebenarnya dulu saya pernah ingin mencobanya. Sebelum beberes saya sudah merencanakan barang penggantinya nanti seperti apa. Sudah masuk list di keranjang toko online juga. Tinggal nyicil untuk check out ketika beberesnya sudah selesai. Saya membeli kantong plastik sampah untuk memusnahkan semua barang yang membuat kamar tidak spark joy.
Dalam lemari saya menemukan selembar pasmina yang sudah lama tidak dipakai, saya mengambilnya berniat memasukkan ke kantong plastik. Tapi kemudian saya ingat, selembar pasmina ini adalah pemberian teman saya sebagai kenang-kenangan sewaktu wisuda dan dia harus hijrah ke kota lain karena tuntutan pekerjaan. Saya tidak tega membuangnya.
Lanjut beberes meja, di sorokan meja, saya menemukan beraneka pensil gambar. Begitu saya kumpulkan ada beberapa nama di situ. Nama saya dan nama beberapa teman saya se-geng. Ingatan saya kembali ke masa jaman kuliah di mana kita saling pinjam memimjam pensil gambar untuk gradasi warna yang tidak kita punyai. Dan saya juga yakin ketika teman saya beberes pensil warnanya dia akan menemukan nama saya -di pensil gambar saya yang terbawa ke dia-. Saya tidak tega membuangnya. Kemudian terbersit pikiran untuk melungsurkan namun akhirnya berujung dengan tetap eman. Tidak tega rasanya.
Ada kaos pemberian teman saya sehabis traveling, ada tabung gambar, dan juga beberapa barang lain. Saya tidak menyangka kalau ternyata saya semelankolis ini. Bayangkan yang menurut test kepribadian online saya seorang plegmatis koleris tiba-tiba bisa melankolis.
Saya teringat film Thailand berjudul Happy Old Year. Berkisah tentang Jean seorang arsitek muda yang baru saja kembali ke Thailand usai tinggal selama tiga tahun di Swedia. Ia bermaksud menata ulang rumahnya yang penuh sesak menjadi bergaya minimalis.
Bukannya menambah kebahagian, yang ada proses menuju hidup minimalis ini meminta harga yang lumayan besar. Dia harus bersitegang hebat dengan ibunya yang tak mau piano tua satu-satunya kenangan sang ayah disingkirkan. Saya membayangkan ketika sang ibu sudah menuju senja dan mulai pudar ingatan akan wajah sang ayah, sang ayah yang sudah pergi akan pelan-pelan menjadi abu seperti di film Coco.
Belum lagi selesai urusan dengan sang ibu, Jean juga berkonflik dengan sahabatnya yang tidak sengaja melihat CD pemberian dia dibuang oleh Jean ke tempat sampah. Begitu juga dengan barang-barang sang mantan pacar, hubungan yang tak terselesaikan semakin menambah pelik urusan gaya hidup minimalis ini.
Dan ketika saya tidak jadi beberes apakah kemudian kamar dan hidup saya menjadi tidak spark joy? Oh tentu saja tidak. Selama ini kita salah kaprah memaknai apa itu spark joy. Selama ini kita memaknai metode Konmari 'Spark Joy' dengan membuang barang yang tidak kita pakai (misal) selama dua tahun, atau setiap membeli satu barang baru buang satu barang lama. Istilahnya masuk satu keluar satu. Padahal konsepnya tidak begitu. Yang menjadi standart metode Konmari 'Spark Joy' adalah perasaan.
Dalam Metode KonMari, perasaan adalah standar untuk pengambilan keputusan – khususnya, mengetahui apa barang ini masih memicu kegembiraan 'joy'? Setiap mengambil barang satu persatu saya dan anda diminta bertanya pada diri sendiri apakah barang ini membuat saya dan anda bahagia? Apakah membuat saya dan anda gembira? Dan jawaban itulah yang menjadi dasar putusan apakah saya dan anda akan membuang barang tersebut.
Perasaan bahagia dan gembira itu bersifat pribadi dan setiap orang mengalaminya secara berbeda. Jadi standar spark joy antara saya dan anda itu berbeda.
Saya membayangkan salah satu teman saya sedang menerapkan metode Konmari, dan ketika dia beberes dia menemukan barang pemberian atau barang saya yang terbawa. Seperti apa dia mengenang saya? Kesan apa yang tertinggal dari saya setelah bertahun-tahun terpisah?
Apakah sebagai seorang teman yang baik dan hangat? Atau sebagai teman yang gampang tersulut emosinya?
Seperti kutipan puisi Joko Pinurbo yang berjudul Kenangan:
Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang cukurmu. Ia memangkas
rambutmu dengan sangat hati-hati
agar gunting cukurnya tidak melukai keluguanmu.
Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang baksomu. Ia membuat
baksomu dengan sepenuh hati seakan-akan kau
mau menikmati jamuan terakhirmu.
Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang fotomu. Ia memotretmu
dengan sangat cermat dan teliti agar mendapatkan
gambar terbaik tentang bukan-dirimu.
Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang bencimu. Ia membencimu
dengan lebih untuk menunjukkan
bahwa ia mencintai dirinya sendiri dengan kurang.
Jadi, 2021 ingin kalian kenang sebagai apa?
Selamat Tahun Baru! Semoga 2022 Spark Joy!
(Chop)