Wednesday, January 5, 2022

Menyikapi Pelaku Pelecehan Seksual Dalam Drama Korea Law School



Cover Sumber Foto : Dok. Netflix

Saya tergelitik membaca salah satu tulisan di situs sedikit nakal banyak akal. Disitu membahas tentang privilese hukum di drama Korea berjudul Law School. Ah masak sik? Previlese yang mana? wong jelas-jelas memang judulnya Law School, tentang anak-anak yang sekolah profesi hukum.

Tentu saja bukan untuk mendebat hal tersebut, tapi mencoba untuk memberi pandangan lain bahwa drakor Law School bukan perkara privilese-privilese-an tapi lebih ke bagaimana menyikapi pelaku pelecehan seksual.

Ada dua pelaku di sini, dan kelihatan sekali betapa toksiknya mereka. Diceritakan Lee Man Ho, dia pelaku perkosaan terhadap anak dibawah umur yang sudah keluar dari penjara.

Di Korea tentu saja, pelaku perkosaan terhadap anak dibawah umur tidak bisa bebas melenggang kangkung kemanapun dia pergi. Dan ini juga sudah sering muncul di berbagai drama. Jadi pelaku walaupun sudah bebas, di kakinya dikasih gelang GPS.

Jadi kemanapun dia pergi akan terlacak oleh sistem. Dikira cuman vaksin aja apa yang ada chipnya Bill Gate? Gelang kakipun ada kaliii *eh.

Tapi ternyata gelang kakipun ndak sepenuhnya ampuh. Buktinya pelaWalau ketika batereinya habis dia akan ditelponi petugas, pelaku tetap bisa mengakali.

Seperto Lee Man Ho. Dia dua kali bisa memalsukan alibi. Yang pertama ketika kasus pembunuhan profesor Seo Byung Jo, yang kedua ketika dia mendatangi rumah Profesor Yang Joong Hoon.

Apa yang bisa dipetik dari sini? Sistem gelang kakipun masih kurang efektif untuk ngasih efek jera ke pelaku. Dan karena inilah si Kang Sol kemudian memberikan nama dan foto Lee Man Ho ke adeknya yang masih di bawah umur. Jadi semisal si adek ketemu Lee Man Ho di jalan, si adik sudah bisa ambil langkah preventif untuk kabur duluan.

Ada celah masih lebih baik tidak sama sekali kan ya? di negara kita? jamak kita temui di artikel-artikel. Bahwa pelaku perkosaan anak (yang mana seringnya diberitakan bukan sebagai perkosaan, tapi lebih ke pelecehan, pencabulan serta narasi-narasi yang seakan perilakunya masih masih mending dibandingkan perkosaan) seringnya berakhir damai, pelaku minta maaf bahkan yang lebih menyedihkan dan bikin patah hati adalah dinikahkan dengan pelaku.

Bayangin ga sik? gimana harus menjalani hari dua puluh empat jam bersama orang yang melakukan tindakan kekerasan ke kita? Kalau saya sungguh tidak sanggup.
Yang kedua kasus Jeon Yo Seul. Ini malah kasusnya paling rumit diantara kasus lain. Kekerasan dilakukan oleh orang terdekat yaitu pacar sendiri. Si Jeon Yo Seul juga sudah sampai termanipulasi.

Di Korea pun untuk kasus pelecehan seksual masih korban yang seakan salah. Di sini ada pertanyaan kenapa ndak melaporkan dari dulu kalau memang sering dipukuli? Terkait rekaman videopun dianggap kesepakatan berdua karena sebenarnya Jeon Yo Seul tahu kalau memang ada kamera. Sedang Jeon Yo Seul sendiripun, dia sebenarnya sudah terlalu takut untuk melapor.

Sudah lelah secara mental duluan. Apalagi si pelaku yang notabene pacarnya Jeon Yo Seul ini adalah anak anggota DPR yang berencana maju ke pemilihan presiden di Korea. Punya power untuk membeli hukum. Bahkan kasus Jeon Yo Seul sampai tidak ada pengacara yang berani jadi pembela. Terjadi ketimpangan kuasa di sini.

Dan cerita-cerita di atas selalu diselipin di setiap episodenya, untuk membuat kita aware bahwa pelaku pelecehan seksual ada di mana-mana dan korban akan selalu jadi pihak yang lemah dan disalahkan. Itu di negara yang sudah melek hukum ya? Lah kalau di negara wkwkwkw land? Orang sholat pake mukena saja dilecehkan. Udah gitu direkam sampai viral. 
Dan masih saja masih banyak yang berkomentar kalau itu hanya guyonan.

Belum lagi kasus-kasus tentang toxic relationship yang mana korbannya tidak berani speak up karena sang pacar mengancam akan melakukan revenge porn.
Tabik.
(Chop)

Menyambut Tahun 2022 dan Reminisensi yang Terabaikan



Cover 2022 Sumber Pixabay
“Tubuhku, kenangan yang sedang menyembuhkan lukanya sendiri.” Ujar Joko Pinurbo dalam kumpulan puisinya yang berjudul Selamat Menunaikan Ibadah Puisi.

Salah seorang teman sedang bersemangat menjalankan gaya hidup minimalis. Status whatsappnya nyaris tiap hari membahas ini sampai timeline statusnya menjadi titik-titik seperti semut saking panjangnya. Tidak ada yang salah dengan itu. Setiap orang punya preferensi masing-masing tentang hidup mau bergaya hidup bagaimana.

Kemudian teman saya ini menambahkan bahwa gaya hidup minimalis 'Marie Kondo' searah seiring sejalan dengan ajaran agama untuk tidak hidup berlebih-lebihan. Lengkap dengan kata barakallah tabarakallah. Status default sobat hijrah kekinian. Apapun statusnya. Barakallah tabarakallah penututpnya. Amazing sekali!

Sampai pada titik penghakiman yang tidak mengikuti gaya hidup minimalis bak penyakitan. Lengkap dengan foto founder facebook yang tiap hari kaosnya itu-itu saja.

Jujur saja, jiwa julid saya meronta. Rasanya ingin membalas postingan dengan kalimat : “Itu harga kaosnya pemilik facebook satu lembarnya (bisa jadi) sama dengan seharga 10 kali bahkan 100 kali harga kaos sampean mbak!.”

Dari jumlah kaos mungkin si founder facebook ini minimalis tapi tidak dengan harganya. Yakin saya ga ada minimalis-minimalisnya. Tapi kemudian saya simpan sendiri saja rasa kejulitan ini.

Dan benar saja kata mbah google satu pcs kaos Mark harganya US$ 295 atau setara Rp 4,2 juta.

Begitu juga di sosial media, semua pada berlomba-lomba agar bergaya hidup (kelihatan) minimalis. Berseliweran akun-akun dengan tips barang-barang untuk ruangan bergaya minimalis lengkap dengan link toko onlinenya. Apalagi dimasa pandemi ini, warga menengah ngehek berlomba-lomba memposting foto ruang kerja selama work from home. Makin minimalis instagram-able makin kece.

Bahkan ada konsep hunian pabrik ‘industrial’ minimalis. Ketika gaya hidup minimalis tak lebih agar hasil fotonya estetik dan instagramable, ataupun sebuah desain arsitektur terkesan hanya untuk ikut-ikutan tren tanpa ada makna mendasar di dalamnya.

Urusan spark joy, sebenarnya dulu saya pernah ingin mencobanya. Sebelum beberes saya sudah merencanakan barang penggantinya nanti seperti apa. Sudah masuk list di keranjang toko online juga. Tinggal nyicil untuk check out ketika beberesnya sudah selesai. Saya membeli kantong plastik sampah untuk memusnahkan semua barang yang membuat kamar tidak spark joy.

Dalam lemari saya menemukan selembar pasmina yang sudah lama tidak dipakai, saya mengambilnya berniat memasukkan ke kantong plastik. Tapi kemudian saya ingat, selembar pasmina ini adalah pemberian teman saya sebagai kenang-kenangan sewaktu wisuda dan dia harus hijrah ke kota lain karena tuntutan pekerjaan. Saya tidak tega membuangnya.

Lanjut beberes meja, di sorokan meja, saya menemukan beraneka pensil gambar. Begitu saya kumpulkan ada beberapa nama di situ. Nama saya dan nama beberapa teman saya se-geng. Ingatan saya kembali ke masa jaman kuliah di mana kita saling pinjam memimjam pensil gambar untuk gradasi warna yang tidak kita punyai. Dan saya juga yakin ketika teman saya beberes pensil warnanya dia akan menemukan nama saya -di pensil gambar saya yang terbawa ke dia-. Saya tidak tega membuangnya. Kemudian terbersit pikiran untuk melungsurkan namun akhirnya berujung dengan tetap eman. Tidak tega rasanya.

Ada kaos pemberian teman saya sehabis traveling, ada tabung gambar, dan juga beberapa barang lain. Saya tidak menyangka kalau ternyata saya semelankolis ini. Bayangkan yang menurut test kepribadian online saya seorang plegmatis koleris tiba-tiba bisa melankolis.
Saya teringat film Thailand berjudul Happy Old Year. Berkisah tentang Jean seorang arsitek muda yang baru saja kembali ke Thailand usai tinggal selama tiga tahun di Swedia. Ia bermaksud menata ulang rumahnya yang penuh sesak menjadi bergaya minimalis.

Bukannya menambah kebahagian, yang ada proses menuju hidup minimalis ini meminta harga yang lumayan besar. Dia harus bersitegang hebat dengan ibunya yang tak mau piano tua satu-satunya kenangan sang ayah disingkirkan. Saya membayangkan ketika sang ibu sudah menuju senja dan mulai pudar ingatan akan wajah sang ayah, sang ayah yang sudah pergi akan pelan-pelan menjadi abu seperti di film Coco.

Belum lagi selesai urusan dengan sang ibu, Jean juga berkonflik dengan sahabatnya yang tidak sengaja melihat CD pemberian dia dibuang oleh Jean ke tempat sampah. Begitu juga dengan barang-barang sang mantan pacar, hubungan yang tak terselesaikan semakin menambah pelik urusan gaya hidup minimalis ini.

Dan ketika saya tidak jadi beberes apakah kemudian kamar dan hidup saya menjadi tidak spark joy? Oh tentu saja tidak. Selama ini kita salah kaprah memaknai apa itu spark joy. Selama ini kita memaknai metode Konmari 'Spark Joy' dengan membuang barang yang tidak kita pakai (misal) selama dua tahun, atau setiap membeli satu barang baru buang satu barang lama. Istilahnya masuk satu keluar satu. Padahal konsepnya tidak begitu. Yang menjadi standart metode Konmari 'Spark Joy' adalah perasaan.

Dalam Metode KonMari, perasaan adalah standar untuk pengambilan keputusan – khususnya, mengetahui apa barang ini masih memicu kegembiraan 'joy'? Setiap mengambil barang satu persatu saya dan anda diminta bertanya pada diri sendiri apakah barang ini membuat saya dan anda bahagia? Apakah membuat saya dan anda gembira? Dan jawaban itulah yang menjadi dasar putusan apakah saya dan anda akan membuang barang tersebut.

Perasaan bahagia dan gembira itu bersifat pribadi dan setiap orang mengalaminya secara berbeda. Jadi standar spark joy antara saya dan anda itu berbeda.

Saya membayangkan salah satu teman saya sedang menerapkan metode Konmari, dan ketika dia beberes dia menemukan barang pemberian atau barang saya yang terbawa. Seperti apa dia mengenang saya? Kesan apa yang tertinggal dari saya setelah bertahun-tahun terpisah?

Apakah sebagai seorang teman yang baik dan hangat? Atau sebagai teman yang gampang tersulut emosinya?

Seperti kutipan puisi Joko Pinurbo yang berjudul Kenangan:
Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang cukurmu. Ia memangkas
rambutmu dengan sangat hati-hati
agar gunting cukurnya tidak melukai keluguanmu.
Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang baksomu. Ia membuat
baksomu dengan sepenuh hati seakan-akan kau
mau menikmati jamuan terakhirmu.
Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang fotomu. Ia memotretmu
dengan sangat cermat dan teliti agar mendapatkan
gambar terbaik tentang bukan-dirimu.
Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang bencimu. Ia membencimu
dengan lebih untuk menunjukkan
bahwa ia mencintai dirinya sendiri dengan kurang.
Jadi, 2021 ingin kalian kenang sebagai apa?
Selamat Tahun Baru! Semoga 2022 Spark Joy!
(Chop)
 

Me n My Ego Template by Ipietoon Cute Blog Design